BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pengertian
politik berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses
penentuan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan perlu di tentukan
kebijakan-kebijakan umun atau piblis policies, yang menyangkut peraturan dan
pembagian dari sumber-sumber yang ada. Dan politik selalu menyangkut
tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat bukan tujuan pribadi seseorang. Selain
itu politik juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik,
lembaga masyarakat maupun perseorangan.
1.2
TUJUAN
Tujuan
etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik
bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi
politik yang adil. Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara
tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada.
Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang
diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam
bernegara.
1.3 PENGERTIAN
Pengertian etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani
adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika sebagai
suatu usaha, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut lingkungan
bahasanya masing masin. Cabang cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan
pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis
mempertanyakan dan berusaha mencari
jawabannya tentang segala sesuatu,misalnya hakikat manusia,alam,hakikat
realitas sebagai suatu keseluruhan,tentang pengetahuan,tentang apa yang kita
ketahui dan filsafat teoritispun juga mempunyai maksud maksud dan berkaitan
erat dengan hal hal yang bersifat praktis,karena pemahaman yang dicari menggerakkan
kehidupannya .
Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang dan bagaimana kita dan mangapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu,atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai
karena etika pada pokoknya membicarakan masalah masalah yang berkatan dengan
prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan “buruk”.
Etika
Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang
pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam
kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan
dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode
pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.
Sejak abad
ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :
·
Perpisahan antara kekuasaan gereja dan
kekuasaan Negara
·
Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
·
Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
·
Kedaulatan rakyat (Rousseau)
·
Negara hokum demokratis/republican
(Kant)
·
Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
·
Keadilan social
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Permasalahan
1. Apakah penerapan pancasila saat ini
sudah sesuai dengan isi kaidah nilai nilai dalam pancasila?
2. Bagaimana etika politik dan
nilai-nilai etika yang terkandung didalamnya ?
3. Jelaskan pengertian etika politik
dan berdasarkan rincian nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila
kemudian secara praktis diterapkan dalam kehidupan politik?
4. Bagaimana etika dalam kehidupan kekaryaan,
kemasyarakatan, kenegaraan dan memberikan evaluasi kritis terhadap penerapan
etika?
2.2 Contoh Kasus
Perbandingan kasus antara Gayus
Halomoan Tambunan dan pencuri sandal jepit
Kronologi Kasus Gayus
Tudingan adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri
dalam penanganan kasus money laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus
Halomoan Tambunan semakin melebar. Tak hanya Polri dan para penyidiknya,
Kejaksaan Agung dan tim jaksa peneliti pun turut gerah dengan tudingan Susno
Duadji yang mulai merembet ke mereka. Mereka (tim jaksa peneliti) pun bersuara
mengungkap kronologis penanganan kasus Gayus, berikut adalah kronologis versi
tim peneliti kejaksaan agung.
Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank
Panin. Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti,
lantas melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik
Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus
dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan.
“Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank
Panin. Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti
terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu
penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp.25 milliar yang
diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp.25 milliar
itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu
merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal
Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp.25 miliar di rekening Bank
Panin milik Gayus. “Ada perjanjian tertulis antara terdakwa dan Andi Kosasih.
Ditandatangani 25 Mei 2008,” kata dia. Menurut Cirrus keduanya awalnya berkenalan
di pesawat. Kemudian keduanya berteman karena sama-sama besar, tinggal dan
lahir di Jakarta Utama. Karena pertemanan keduanya, Andi lalu meminta gayus
untuk mencarikan tanah dua hektar guna membangun ruko di kawasan Jakarta Utara.
Kembali ke kasus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke
pengadilan. “Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1
tahun,”. Dari pemeriksaan atas pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu
sebelumnya, beredar kabar bahwa ada "guyuran" sejumlah uang kepada polisi,
jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar.
Diduga gara-gara itulah Gayus terbebas dari hukuman.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, 12 Maret lalu, Gayus, yang hanya
dituntut satu tahun percobaan, dijatuhi vonis bebas. "Mengalirnya (uang)
belum kelihatan ke aparat negara atau ke penegak hukum," kata Yunus.
Namun, anehnya penggelapan ini tidak ada pihak
pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian
maju kepersidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas.
“Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi,”
tandas Cirrus. Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci
dalam kasus dugaan makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Ditjen
Pajak. Belum diketahui apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau ada
tangan-tangan pihak tertentu yang membantunya untuk kabur supaya kasus yang
membelitnya tidak terbongkar sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia
Hukum meyakini kasus Gayus HP Tambunan bukan hanya soal pidana pengelapan
melainkan ada juga pidana korupsi dan pencucian uang.
Kasus pembanding :
“Dituntut 5 Tahun, Selain Dituduh Mencuri Sandal
Polisi, Diduga AAL Sempat Dianiaya”
Palu - Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
(SMKN) 3 Palu, di Jalan Tanjung Santigi, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, AAL
(15), kini duduk dikursi pesakitan. Sebab, polisi dan jaksa menuduhnya mencuri
sandal seharga Rp30 ribu milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Kini bocah itu akan
didampingi 15 pengacara selama proses persidangan. "Kami semua merasa
terpanggil untuk mendampingi terdakwa lantaran dari sisi kemanusiaan kami
merasa kasus ini dapat diselesaikan secara damai. Tidak semua hal ini hanya
bisa diselesaikan di depan pengadilan," kata salah seorang pengacara AAL,
Johanes Budiman Napat kepada wartawan di kantornya, Palu Selatan, Sulawesi
Tengah, Rabu, (21/12/2011).
Elvis S Katuvu, ketua Tim Penasehat Hukum yang
mendampingi anak ini mengatakan sebelum ini mereka sudah melaporkan Briptu
Ahmad Rusdi Harahap ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng terkait
penganiayaan yang dilakukan anggota Polri itu pada AAL. Rupanya pada Mei 2011,
Ahmad Rusdi pernah memanggil AAL bersama temannya.
"Saat itu AAL diduga sempat dipukuli oleh Ahmad
Rusdi dan temannya sesama Polisi. Badannya memar. Bahkan diduga AAL dipukuli
dengan kayu," ujar Elvis.
Elvis pada persidangan Selasa, 20 Desember 2012, Elvis sudah menanyakan hal itu pada saksi. Namun tidak dijawab oleh saksi.
Elvis pada persidangan Selasa, 20 Desember 2012, Elvis sudah menanyakan hal itu pada saksi. Namun tidak dijawab oleh saksi.
"Namun, meski kami sudah laporkan ke Propam,
kasus ini belum kami ketahui bagaimana kelanjutannya," kata Elvis.
Seperti diketahui, AAL duduk dikursi pesakitan
karena dituduh mencuri sandal. Dalam paparan dakwaan Jaksa, kisah ini bermula
pada November 2010 ketika AAL bersama temannya lewat di Jalan Zebra di depan
kost Briptu Ahmad Rusdi Harahap.
Saat itu AAL melihat ada sandal jepit dan kemudian mengambilnya. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan diancam 5 tahun penjara.
Saat itu AAL melihat ada sandal jepit dan kemudian mengambilnya. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan diancam 5 tahun penjara.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PENERAPAN ETIKA POLITIK
Etika politik tidak dapat dipisahkan
dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik
berkait dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pengertian etika politik berasal
dari kata ‘politics’ yang memiliki
makna bermacam macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang
menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan
pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan
keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system itu.
Lima Prinsip Dasar Etika Politik
Pancasila
Kalau membicarakan Pancasila sebagai
etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut
pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan
situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang
sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada
dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk
menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan
biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama,
budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi.
Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi
Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah
bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa? Karena hak-hak asasi manusia
menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan.
Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun
kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a. Mutlak karena
manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena
ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b. Kontekstual
karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan
seblaiknya diancam oleh Negara modern.
Bila mengkaji
hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi
hak-hak asasi manusia:
1) Generasi
pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan hokum.
2)
Generasi kedua
(abad ke 19/20): hak-hak sosial
3) Generasi ketiga
(bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya
minoritas-minoritas etnik).
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas
bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembanag secara
melingkar: keluarga, kampung, kelompok
etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.
Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar
oleh korupsi.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan
bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok ideology, atau sekelompok
pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan (menuntut dengan
pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi
berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang
memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan
rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan sebuah
system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a. Pengakuan dan
jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak
menjadi kediktatoran mayoritas.
b. Kekuasaan
dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling
dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar
keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan.
Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian
atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari
berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh
dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideology-ideologi,
agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme. Keadilan
social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social
diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat.
Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat
structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan tidak
pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya
para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur
politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat
dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari
atas. Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar
segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua
bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uraian di atas, tantangan
etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1. Kemiskinan,
ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme
ideologis yang anti pluralisme, pertama-tama
ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak
juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3.
Korupsi.
Demensi Manusia Politik
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berbagai
paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari
kacamata yang berbeda-beda. Paham individualisme yang merupakan bakal paham
liberalisme, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas,
Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara dasar
merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan
paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan
kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme mamandang
siafat manusia sebagi manusia social. Individu menurut paham kolekvitisme
dipandang sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu konsekuensinya
segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham
kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial.
Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat,
bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filsofi manusia sebagai makhluk
sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagi invidu dan
segala aktivitas dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada
orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai masyarakat atau makhluk sosial.
Kesosialanya tidak hanya merupakan tambahan dari luar terhadap
individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan oleh Tuhan Yang
Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain.
Manusia
didalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup
dan berkembang karena dalam hubunganya dengan oranglain.Dasar filosofi
sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya
bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah monodualis
yaitu sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka sifat
serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalis
individualistis. Secara moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan
dan kesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini
merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, sehingga
konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara
indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.
b.
Demensi Politis Kehidupan Manusia
Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan
kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan
masyarakat secara keseluruhan. Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu
pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu
dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang
senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga manusia mengerti
dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena
tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan
tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan
moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai
hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara
normatif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu
kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota
masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan
tidak secara efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat
kepada norma-normanya. Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan
kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan
kehendaknya, dan lembaga itu adalah negara. Penataan efektif adalah penataan de
facto, yaitu penataan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan
masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa negaralah yang memiliki.
3.2 NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG
Sebagi
dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam
hubunganya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
serta sila ke dua “kemanusiaan yang adil dan beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai
moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) ,
secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan
prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115). Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang
menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi
moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaran
negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.
3.3 Penyelesaian kasus
Pada kasus seperti ini, kita harus bisa menempatkan
diri kita dalam memproses kasus-kasus ini, dan haruslah adil dalam menyikapi
hal-hal seperti ini. Kasus Gayus, memang harus ditumpas habis dan harus dengan
bersikap manusiawi dan adil. Bukan karena uangnya banyak, dan kita meloloskan
dia dalam kasus korupsi.
Sedangkan untuk sandal jepit kita harus bersikap
adil juga, dengan menanyakan dan mengumpulkan bukti dulu, sebelum menuduhnya.
Apalagi, yang dicuri sendalnya adalah pihak berwajib yang biasanya berhubungan
langsung dengan masyarakat. Maka dalam menghadapi masalah-masalah ini, haruslah
bersikap dengan seharusnya.
Solusi untuk kasus Gayus dan pencuri sandal jepit
adalah :
1. Pihak-pihak (Pejabat-pejabat Tinggi) harus
berlaku adil dalam melakukan segala sesuatu, contohnya dalam menguntas
kasus-kasus korupsi.
2. Melihat kata adil, berarti kita tidak boleh
menimbang sebelah. Dan sebenarnya pada kasus sandal jepit, anak itu memang
harus di hukum kalau memang betul-betul dia melakukan pencurian sandal. Namun,
sebagai warga Negara yang baik, kita harus mendudukan persoalan dulu, sebelum
kita mengambil keputusan. Sehingga tidak terjadi penyimpangan seperti pemukulan
sampai bebak belur.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Etika politik adalah termasuk
lingkup etika social manusia yang secara harfiah berkaitan dengan bidang
kehidupan politik. Pancasila memang tidak boleh dilepaskan dari aspek-aspek
didalam penyelenggaraan sebuah Negara. Dalam pelaksanaan Negara segala kebijaksanaan,
kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung
pokokl Negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut
kekuasaan eksekutif, yudikatif, konsep pengembalian keputusan, pengawasan serta
partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan lain
perkataan harus memiliki legitimasi demokratis.
Pancasila juga merupakan suatu
system filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai sehingga merupakan sumber
dari segala penjabaran norma baik norma hokum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Sehingga penerapan pancasila sebagai etika politik wajib
dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
4.2 SARAN
Pancasila
hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat
dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk
mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu
negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan
rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila. Jakarta:
Paradigma offset.
Ø
Ø H. Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan.
Jogyakarta: Paradigma.
Ø
Ø Http:/Plityz. Blogs pot. Com/2010/Pancasila – Sebagai –
Etika – Politik.html Diakses tanggal 22 maret 2012.
Ø
Ø Http:/ www.scribd com/doc/2433447/Pancasila Sebagai Etika
Poltik. HtmlDiakses tanggal 22 maret2012.
Ø Http:/Khairunnisa Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/ Pancasila
Sebagai Etika Poltik.html .Diakses tanggal
22 maret 2012
Ø
Tidak ada komentar:
Posting Komentar