Selasa, 16 Februari 2016

Lupa Yang Tertidur

Kau lupa satu hal, kita bukan dua orang yang harus saling melupakan keadaan. aku perempuan berusia 22 tahun, mungkin sudah dikatakan bukan anak-anak yang merengek ketika tidak dibelikan mainan. Tapi entah seberapa tua seorang anak, ketika ia bertemu dengan orangtuanya pasti ingin dimanjakan. Itu yang tak ku dapatkan sejak 6tahun yang lalu, ketika ibuku meninggal. Sungguh penyesalan yang luar biasa, ketika aku belum bisa membahagiakannya. Apapun itu pembahasan tentang seorang ibu selalu aku hindari, karna ketika aku sendiripun aku tak akan bisa membendung air mata ketika mengingatnya terlalu dalam. Sedangkan ayahku kini telah menikah lagi dengan wanita pilihannya dan aku merasa dia terlalu sibuk dengan keluarga barunya. Itu juga membuatku semakin menangis ketika mengingat ibuku. Malam ini, entah mengapa aku tak kunjung terlelap, pikiran ku berjalan menelusuri pada hal-hal yang sudah aku lewati. Tiba-tiba aku sangat amat teringat ayah ku, bagaimana keadaan hatinya, bagaimana aku bisa menghakimi bahwa dia sibuk dengan keluarganya, bagaimana aku bisa menutup mata tentangnya. Itu bukan kesalahannya, tidak ada satupun orang yang menginginkan seorang yang disayanginya tiada dan tidak ada yang bisa menimbang sakit hatinya ketika ibuku meninggal, tapi hanya karna dia menikah lagi aku berprasangka buruk padanya. Aku lupa bahwa aku memiliki ayah terbaik didunia, aku lupa bahwa dia yang dulu merawatku, aku lupa bahwa keringat dia yang membuatku dapat bersekolah dan lebih parahnya aku lupa bahwa aku mempunyai ayah yang harus aku bahagiakan. Dia hanya tak tahu caranya menunjukan kasih sayangnya kepada anak perempuannya yang sudah dewasa. Namun berharap ibuku masih ada itupun salah, karna ini jalan yang terbaik yang telah menjadi ketetapan-Nya. Jikalaupun aku memaksakannya, bagaimana jika dia malah tersiksa dan bagaimana jika yang tersiksa bukan hanya ibuku tapi juga ke sekelilingnya. Aku lebih percaya menitipkan ibuku pada-Nya, Dia lebih tau tempat terbaik untuknya.
Kepada siapapun yang masih memiliki orangtua yang lengkap, syukuri lah dan cara membahagiakan mereka tidak selalu dengan materi, cukup tidak membentaknya dan menjadi anak penurut itu sudah lebih bagi mereka.
 Dan kepada mereka yang hanya memiliki sebelah orangtuanya, tetaplah bersyukur dan jangan seperti saya yang melupakan bahwa saya masih mempunyai sebelah orangtua yang harus saya bahagiakan.
Kepada mereka yang sudah tidak memiliki orang tua, bersyukurlah karna ujian terberat hanya datang kepada mereka yang kuat, bersyukur karna mempunyai lingkuangan baru atau bahkan keluarga baru yang mau menerima apa adanya.

Jangan berfokus pada kesedihan karna kehilangan tetapi bersyukurlah pada mereka yang masih setia mendampingi untuk saling membahagiakan.