NAMA : INDRI
AGUSTIAN FITRIANI
NPM : 23212717
KELAS : 1EB19
PENGARUH UANG KERTAS TERHADAP DUNIA PEREKONOMIAN
PENDAHULUAN
Uang
yang kita kenal sekarang ini mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada
mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha
memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar,
membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan
untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Perkembangan
selanjutnya menghadapkan manusia kepada kenyataan bahwa apa yang diproduksi
sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Untuk
memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari
orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang
dibutuhkannya. Akibatnya timbul “barter”, yaitu barang yang ditukar dengan
barang. Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan
sistem ini, di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai
barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya; dan
kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya
dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk
mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda
tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar.
ISI
Sejarah
Diterapkannya Sistem Uang Kertas Dalam Dunia Perekonomian
Kesulitan
dalam sistem barter mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal
pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar.
Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran adalah benda-benda yang
diterima oleh umum (generaly accpeted). Benda-benda yang dipilih bernilai
tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda
yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari. Misalnya, garam oleh orang Romawi
digunakan sebagai alat tukar, maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh
orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut
upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Meskipun
alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan
itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai
pecahan, sehingga sulit menentukan nilai uang; penyimpanan (storage) dan
pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan; serta timbulnya
kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah
hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian
muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar
karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak
mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan.
Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah
emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full
bodied money), artinya nilai intrinsik (nilai bahan uang) sama dengan nilai
nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu,
setiap orang menempa uang, melebur, menjual, dan memakainya dan setiap orang
mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Pada
zaman koin emas tersebut digunakan, terdapat kesulitan yang ditimbulkan yaitu
kebutuhan atas tempat penyimpanan emas yang cukup besar. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, bermunculan jasa titipan koin emas (gudang uang) yang
dilakukan oleh tukang emas. Masyarakat menitipkan koin mereka ke gudang uang,
dan pemilik gudang uang menerbitkan “kuitansi titipan/nota” yang menyatakan
bahwa mereka menyimpan sekian koin emas dan koin tersebut dapat diambil
sewaktu2. Tentu saja jasa tersebut ada biayanya. Dengan berlalunya waktu dan
semakin banyak nota titipan beredar, masyarakat menyadari bahwa mereka dapat
melakukan transaksi jual beli hanya dengan menggunakan nota tersebut. Hal ini
disebabkan karena mereka, para pemilik nota dan pedagang percaya bahwa mereka
dapat mengambil koin emas di gudang uang sesuai jumlah yang tertera di nota
titipan. Mereka percaya bahwa nota tersebut adalah bukti yang dapat mewakili (dibackup)
koin emas yang benar. Sampai titik ini, mungkin bisa dianggap “tidak ada
masalah” karena jumlah nota beredar, dibackup sesuai dgn jumlah koin emas yang
ada di gudang uang.
Tapi,
semua mulai berubah saat KETAMAKAN itu datang. Seiring berjalannya waktu,
pemilik gudang uang menyadari secara empiris bahwa, tidak semua orang akan
mengambil seluruh simpanannya dalam jangka waktu yang sama. Katakanlah, dalam
suatu waktu, hanya 10% dari total koin yang diambil oleh pemiliknya. Sisanya
90%, menumpuk, menganggur, menunggu bisikan sang TAMAK untuk dipergunakan.
Berdasarkan
kondisi tersebut, pemilik gudang uang mulai -secara diam-diam meminjamkan koin
emas yang menumpuk tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan modal dengan
cara menerbitkan “nota kosong” yang seolah-olah dibackup oleh emas yang padahal
tidak sama sekali, karena yang digunakan adalah koin emas para nasabah yang
menitipkan emasnya. Inilah awal dari istilah “menciptakan uang dari udara
kosong”. Selain meminjamkan, tentu mereka menarik bunga atas pinjaman tersebut.
Nota
kosong pun beredar layaknya nota asli. Karena pemilik gudang mengatur
sedemikian rupa supaya jumlah total nota kosong yang beredar tidak melebihi
jumlah koin emas yang tidak ditarik/ambil oleh pemilik koin emas (cadangan emas
di gudang), sistem ini berlangsung terus menerus tanpa disadari. Inilah awal
dari “Bank Fractional”.
Namun,
karena jumlah total nota (asli+palsu) beredar melebihi jumlah emas sesungguhnya
yag tersimpan di gudang uang, efek inflasi terjadi dan harga-harga merangkak
naik secara tidak wajar, (karena uang yang semakin banyak beredar, membuat
harga barang menjadi naik = Krisis Moneter). Masyarakat mulai resah dan ada
yang mulai menyadari sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Mereka pun mulai
mengambil/klaim simpanan emas mereka dari gudang berdasarkan nota yang mereka
miliki. Namun apa yang terjadi? Karena nota asli dan palsu sama sekali tidak
dapat dibedakan, hanya mereka yang datang di awal2 saja yang dapat mengklaim
emasnya. Sementara mereka yang datang terlambat, sama sekali tidak dapat
mengklaim emasnya karena memang sudah tidak ada/habis. Inilah contoh awal dari
“kolapsnya Bank”.
Dari
awal kelahirannya sudah menimbulkan banyak masalah. Tetapi tidak sampai disana
ternyata masalah makin bertambah ketika pada tahun 1971. Yang sejarahnya .
Pada
tahun 1971, hal yang jauh lebih buruk terjadi. Sistem uang kertas dilepas dari
emas sehingga menjadi benar-benar “uang kertas”. Kertas yang dianggap sebagai
uang dan TIDAK DIBACKUP APAPUN. Inilah yang disebut dengan uang fiat (fiat
money).
Semua
bermula dari dibatalkannya perjanjian Bretton Wood oleh Amerika. Perjanjian
Bretton Wood dimulai tahun 1945. Perjanjian ekonomi ini dilakukan setelah
Perang Dunia ke-2. Pada masa itu, akibat perang, Negara-negara di Eropa
mengalami kebangkrutan/defisit finansial akibat pembiayaan perang. Sebaliknya
Amerika Serikat (AS) memiliki cadangan emas yang luar biasa melimpah. Senilai
$25 Milyar. Karena kekayaan melimpah tersebut, AS dgn leluasa membuat
perjanjian Bretton Wood yang pada intinya adalah mengkaitkan nilai dolar
senilai $1=1/35 ons emas, serta menjadikan dollar sebagai mata uang kunci di
dunia sehingga semua negara wajib menggunakan dollar atau emas sebagai devisa.
Sebagai tambahan, dalam masa ini, rakyat AS DILARANG mengklaim/menukar
dolar-nya dengan emas. Emas dari klaim dollar hanya boleh beredar antara bank
central dan pemerintah negara. Emas kini menjadi uang antar pemerintahan.
Selama
beberapa waktu sistem ini bertahan dan berjalan lancar. Namun seperti biasa,
KETAMAKAN dan KESERAKAHAN itu datang. AS yang kaya raya memiliki ruang untuk
melakukan kebijakan yang inflatif, mulai mencetak dollar melebihi jumlah
cadangan emasnya. Selama beberapa waktu, hal ini terjadi, efek inflasi yang
dihasilkannya membuat beberapa negara Eropa khawatir apakah AS dapat membayar
emas-nya. Dimulai oleh Perancis yang mulai mengklaim emas atas cadangan dollar
yang dimilikinya, Negara-negara lain pun mulai ikut mengklaim emas mereka sehingga
emas pun mengalir dari AS ke Negara-negara lain.
Selama
beberapa tahun, kejadian ini membuat stok emas AS menipis hingga tersisa
sekitar $9Milyar. Dengan cadangan yang berkurang jauh tersebut, AS khawatir
mereka tidak dapat lagi memenuhi janjinya untuk membayar 1 ons emas dengan
harga $35, karena banyaknya jumlah dollar yang beredar. Apalagi negara2 lain
terus mengklaim emas mereka.
Akhirnya,
pada tahun 1971, AS secara sepihak membatalkan perjanjian Bretton Wood dan
mulai menetapkan kebijakan uang fiat. Uang fiat ini, karena sejatinya tidak
bernilai dan tidak ada yang mau menggunakannya, maka dibuatlah Undang2 yang
disebut Legal Tender. Undang-undang yang memaksa rakyat suatu negara untuk
menerima penggunaan uang fiat. Kebijakan uang fiat tersebut akhirnya diikuti
pula oleh seluruh negara di dunia. Seluruh mata uang resmi negara di dunia
sekarang ini adalah uang fiat yang sama sekali tidak dibackup berdasarkan apa
pun, kecuali kekuatan politik dan militer negara tersebut.
PENGARUH
SISTEM MATA UANG KERTAS DI INDONESIA
Berikut
diantara fakta-fakta pengaruh negatif sistem uang kertas di Indonesia :
1.
Uang Rupiah pernah secara revolusioner dibuang tiga angka nol-nya tahun
1965/1966; tetapi kemudian tiga angka nol yang dibuang tersebut telah balik kembali
ke uang kita hanya dalam tempo tiga puluh dua tahun kemudian. Bahkan tiga angka
nol ini berganti menjadi empat atau bahkan lima. Buktinya ?, di dompet kita
lebih banyak uang yang ber-angka nol 4 atau 5, karena yang nol 3 sudah ada yang
pindah ke kencleng-kencleng donasi.
2.
Dengan bahan yang sama, dengan karya kreatif yang tidak kalah indah-nya – uang
kita hanya dinilai 1/10,000 dari uang negeri lain, negeri Paman Sam.
3.
Uang kertas yang paling banyak dipakai di dunia saat ini adalah justru uang dari
negeri yang paling banyak hutangnya seperti Indonesia.
4.
Uang kertas dari salah satu negeri Adi kuasa telah menjadi candu bagi
negara-negara lain yang menggunakannya; ketika negara-negara lain yang pintar
dan sadar akan bahaya candu ini pun mereka tidak mudah untuk menghentikan
kecanduannya seperti halnya yang terjadi di Indonesia
DAMPAK
DITERAPKANNYA SISTEM UANG KERTAS DALAM DUNIA PEREKONOMIAN SERTA CARA
MENGATASINYA
Telah
dikutip dari buku “Gold Dinar, Sistem Moneter Global yang Stabil dan Berkeadilan”
yang ditulis oleh M.Lutfi Hamidi, MA
Buku
Gold Dinar, Sistem Moneter yang Stabil dan Berkeadilan, yang ditulis oleh M.
Luthfi Hamidi, ini mengurai carut-marut wajah moneter dunia sejak sistem mata
uang kertas diperkenalkan lalu diterima masyarakat dunia sebagai alat traksaksi
yang final. Berbekal data dan kajian mendalam, Luthfi memapar sejumlah potret
ketimpangan ekonomi yang melanda negara-negara dunia ketiga akibat penerimaan
mereka terhadap sistem mata uang kertas (fiat money) itu. Fiat money adalah penggunaan
mata uang berbasis kertas yang diterbitkan pemerintah suatu negara tanpa
disokong logam mulia (emas dan perak).
Menurut
Luthfi, penggunaan uang kertas sebagai alat transaksi moneter internasional itu
telah membuka ruang bagi munculnya penjajahan baru dan salah satu biang
ketidakadilan moneter di dunia. Melalui mata uang kertas, sebuah negara dapat
menjajah, menguasai, bahkan melucuti kekayaan negara lain. Negara yang memiliki
nilai mata uang kertas lebih kuat menekan negara lain yang mata uang kertasnya
lebih lemah.
Contoh
nyata penjajahan melalui mata uang itu terlihat dalam penggunaan uang kertas
dolar Amerika Serikat (AS) yang diterima oleh 60 persen penduduk bumi. Inilah
ironi terbesar dunia saat ini, menurut Luthfi. Dolar yang terdistribusi secara
luas menempatkan AS pada tempat istimewa. Melalui dolar–mata uang yang tak
berbasis pada emas itu–AS mengeksploitasi, memajaki warga dunia dengan
mengalihkan beban inflasi yang ditanggungnya pada seluruh pemakai dolar di
seantero dunia. Negara-negara ketiga didera krisis ekonomi berkepanjangan
lantaran harus membayar inflasi yang ditimbulkan oleh penggunaan uang kertas
tersebut.
Bukan
itu saja. Ketidakadilan juga tersimak saat negara-negara ketiga menyerahkan
berbagai komoditas mereka seperti minyak, kayu dan kekayaan alam lainnya
sementara AS cukup menukar semua komoditas itu dengan uang kertas yang bisa
dicetaknya kapan saja. Nah, menurut buku ini, sepanjang dolar tetap dipakai
dalam pelbagai transaksi moneter internasional, ketimpangan moneter dan krisis
ekonomi akan terus melanda negara-negara ketiga.
Lantas,
bagaimana bila mau terbebas dari ketidakadilan moneter dan krisis ekonomi
tersebut? Caranya: sistem moneter internasional saat ini yang didominasi uang
kertas itu–dolar dan mata uang kertas kuat lainnya seperti euro dan yen–harus
mendapat alternatif lain. Apa itu? Pilihan Luthfi jatuh pada mata uang dinar
emas (gold dinar).
Argumentasi
kembali ke dinar emas tidak sampai di situ. Buku yang ditulis berdasarkan tesis
yang diraih Luthfi di Markfield Institute, Inggris (2005) ini membentangkan
berbagai data berikut analisis seputar keunggulan mata uang dinar emas dan
kerapuhan sistem mata uang berbasis uang kertas. Mengedepankan sejumlah
variabel dan mengutip analisis para pakar ekonomi dunia, Luthfi tiba pada
kesimpulan bahwa mata uang dinar emas terbukti lebih unggul dari mata uang
kertas manapun. Penggunaan mata uang berbasis kertas (fiat money) patut
ditinggalkan dan dinar emas (gold dinar) harus dikembalikan ke posisi terhormat
sebagai mata uang internasional.
Berikutnya,
pada pembahasan Gold Dinar dan Fungsi Uang Universal, pembaca diajak memahami
universalitas emas. Dinar yang berbasis emas adalah mata uang yang mandiri dan
sejarah telah membuktikan betapa mata uang itu dikenal sebagai extra ordinary
currency yang anti-inflasi. Bahkan, dinar emas tidak terikat oleh kekuasaan
politik manapun. Sebuah pemerintahan atau negara bisa jatuh dan uang kertas
yang dicetak sebuah negara bisa kadaluarsa atau mengalami kemerosotan nilai.
Namun, uang koin emas tetap beredar dan dihargai sesuai nilai pasar. Bukan
negara yang membuat emas bernilai, melainkan pasar.
Dalam
sejarah, koin dinar emas terbukti diterima sebagai alat moneter universal.
Ribuan tahun lamanya masyarakat dunia dari berbagai peradaban memilih mata uang
ini sebagai alat tukar dalam aneka praktik keuangan. Selama ribuan tahun pula,
perdagangan dunia menganut konsep bimetalisme, kebijakan moneter berbasis emas
dan perak. Imperium Romawi menggunakan denarius, mata uang berupa koin emas
bergambar Hercules bersama dua putranya, Herculyanoos dan Qustantine. Di Cina
dikenal qian, mata uang yang juga berbasis logam.
Sementara
itu, penggunaan fiat money baru dikenal pada abad 20 ini. Penandanya, saat
sistem Bretton Woods ambruk pada 1944. Emas yang selama ribuan tahun menjadi
standar mata uang (classical gold standard) diganti dengan sistem kurs
mengambang (flexible excange rate) yang sama sekali tak lagi bersandar pada
emas. Dunia kemudian hanya mengenal satu mata uang kertas yang mendominasi
perdagangan dan menjadi pilihan mengisi cadangan devisa oleh berbagai negara,
yaitu dolar AS.
Ditinggalkannya
emas sebagai standar moneter internasional bukan tanpa sebab lain. Luthfi
mengungkapkan, penyingkiran emas sebagai standar moneter merupakan upaya
sistemik. Mengutip pernyatan Robert Mundel, peraih Nobel Ekonomi, emas
mengalami marginalisasi karena konspirasi internasional. Salah satunya melalui
penciptaan aset Special Drawing Right (SDR) yang diciptakan International
Moneter Fund (IMF). Seperti dolar, SDR sebelumnya didukung oleh emas namun
lambat laun setelah harga emas melesat naik pada 1970-an, garansi emasnya
dicabut. (hlm. 148)
Buku
yang ditulis Luthfi ini melengkapi langkanya literatur yang mengulas mata uang
berbasis emas sebagai mata uang alternatif dalam usaha perbaikan wajah ekonomi
dunia yang lebih berkeadilan. Boleh dikata, tela’ah mendalam seputar mata uang
emas ini tak banyak dilakukan oleh pengamat atau pakar ekonomi kontemporer.
Untuk menyebut beberapa topik serupa terdapat dalam buku Jerat Utang IMF? karya
Abdurrazaq Lubis (1998), Dinar Emas, Solusi Krisis Moneter oleh Ismail Yusanto,
et.al (2001), serta Lawan Dolar dengan Dinar (2003) dan Kembali ke Dinar
(2004)–keduanya buah pena Zaim Saidi.
Beberapa
buku itu tampil dengan sudut pandang berbeda dalam memandang keberadaan dinar,
namun dalam semangat yang sama: dunia perdagangan harus kembali pada mata uang
berbasis emas, bukan fiat money.
Adakah
gagasan mereka ini hanya sebuah utopia? Faktanya, tidak. Menyadari kelemahan
fiat money, kesadaran kembali pada mata uang berbasis logam mulia ini sudah
bertumbuh di berbagai belahan dunia. Pamor dinar yang meredup kembali
dihidupkan oleh Syaikh Dr Abdalqadr as-Sufi, seorang tokoh sufi asal
Skotlandia. Di Eropa, gagasan kembali menggunakan dinar emas digaungkan oleh
Umar Ibrahim Vadillo, penulis buku Return of The Gold Dinar (1991). Bahkan,
koin dinar emas telah kembali dicetak oleh Islamic Mint Spanyol dan telah
diedarkan sebagai alat transaksi dalam World Islamic Trading Organization
(WITO).
PENUTUP
Uang
adalah alat tukar yang sah. Namun, sebelum adanya uang manusia melakukan
transaksi guna memenuhi kebutuhannya dengan cara bertukar atau barter. Karena
system pertukaran atau barter ini dirasa tidak seimbang nilai tukarnya maka
manusia berpikir untuk menciptakan alat tukar yang senilai dengan apa yang
dibutuhkannya. Maka diciptakannya uang logam yang mempunyai nilai sehingga
menyeimbangkan nilai yang akan ditukarkan.
Namun
uang logam ini juga menimbulkan masalah karena dengan jumlah banyak tidak mudah
dibawa kemana-mana. Manusia kembali berpikir untuk menciptakan alat tukar yang
sah efektif dan efisien tanpa memberatkan manusia. Hingga terciptalah uang
kertas, tapi uang kertas ini tidak begitu saja diterima, setelah semua alat
tukar dilepas dan hanya mengandalkan system uang kertas ternyata uang kertas
ini menjadi penyebab terjadinya inflasi dinegara-negara Eropa.
Indonesia
pun menjadi salah satu Negara Asia yang terkena dampak system uang kertas yaitu
penerapan uang dollar yang mencapai 10.000/$1. Selain itu dunia pun terkena
dampak system uang kertas yaitu Negara-negara ketiga didera krisis ekonomi
berkepanjangan lantaran harus membayar inflasi yang ditimbulkan oleh penggunaan
uang kertas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar